Dharma Wanita Persatuan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Alamat Redaksi: Guest House No. 1, Jl. Ahmad Yani, By Pass, Rawamangun, Jakarta Timur.
Website: dwpdjbc.blogspot.com
facebook: SEKAR JAGAD DWP DJBC


Kamis, 31 Januari 2013

REOG...!! REOG...!! :)

Sebagaimana telah diinformasikan pada posting sebelumnya, bahwa pada kegiatan family gathering  Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka memeriahkan Hari Pabean Internasional 2013, salah satu acara hiburannya adalah penampilan budaya tradisional Reog Ponorogo.

Redaksi Blog DWP DJBC secara khusus menyajikan posting tentang reog ini untuk mengajak para pembaca mengenal lebih dekat dan lebih komplit reog, sebagai salah satu kekayaan budaya tak ternilai bangsa kita, Indonesia tercinta!


Reog identik dengan Ponorogo!
Kesenian reog memang ciri khas budaya Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Grup reog biasanya terdiri dari Pembarong yaitu yang bertugas membawa Dadak Merak (kepala singa dengan hiasan ratusan bulu burung merak), Warok, penari Bujang Ganong dan Prabu Kelono Suwandono.

Reog sering dihubungkan dengan dunia hitam, supra natural, mistik dan keperkasaan. Hal tersebut barangkali dikarenakan tampilan Dadak Merak dan Warok-nya yang menyeramkan. sekaligus kekuatan yang dipertontonkan oleh Pembarong-nya. Seorang Pembarong harus mempunyai leher,  rahang dan gigi yang kuat karena untuk memainkan reog dia harus menggigit Dadak Merak yang beratnya mencapai 50 kg. Bahkan si pembarong masih kuat mengangkat Dadak Merak itu meski ditumpangi oleh seorang pria dewasa.... (waah...waah....ada yang mau mencoba? :) ...)



Pada zaman dulu, reog digunakan oleh penguasa untuk mengumpulkan massa dan menjadi media komunikasi yang efektif dalam menyampaikan pesan-pesan melalui cerita yang disajikan.


Terdapat beberapa legenda  yang mengiringi kisah reog ini. Salah satu legenda mengisahkan bahwa reog ini adalah  kisah Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalan yang menyindir Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit yang dipandang terlalu dipengaruhi oleh sang permaisurinya. Sang Prabu dilambangkan dengan kepala singa, dan burung merak yang menunggangi kepala singa dilambangkan sebagai permaisuri.
Versi lain mengisahkan bahwa Reog Ponorogo mengambil kisah Panji, yaitu Prabu Kelana Sewandana yang jatuh cinta pada putri Kediri Dewi Sanggalangit. Sang putri bersedia menerima cinta sang Prabu asal sang Prabu dapat menciptakan suatu kesenian baru, dan lahirlah Reog Ponorogo.


Reog Ponorogo sungguh kekayaan budaya yang sangat unik, sudah selayaknya perlu dipelihara keberadaannya, dihargai, dilestarikan dan yang lebih penting jangan biarkan aset budaya ini diklaim oleh negara lain sebagai kekayaannya!! ...


*Ketua DWP DJBC, Ibu Agung Kuswandono (berkacamata hitam), didampingi beberapa ibu Pengurus Inti DWP DJBC berpose sebagai penggemar Reog Ponorogo!  :)

Mari  lestarikan budaya bangsa...
Salam Redaksi
*eO


Tidak ada komentar:

Posting Komentar